Dengan jalan apa kita menjelaskan naib dunia saat sekarang ini? Jika soal ini kita sodorkan kepada Thomas l. Friedman sembari tersenyum mungkin ia akan menjawab dengan yakin: dunia termutakhir adalah dunia yang terintegrasi. Wartawan termahsyur dari the new york times ini punya frasa kunci untuk menggambarkan dunia yang kita diami sekarang dengan globalisasi yang bermodern dengan tipikal berjejaring (web). Bahkan dengan lantangnya ia berseru: globalisasi tak ada pilihan lain! Tuturan yang optimistis dan percaya akan kemajuan yang kini melintas zaman dengan cepatnya. Tidak berhenti disitu, friedman masih perlu menambahkan: “….dan inti globalisasi adalah kemajuan dibidang teknologi, dari internet sampai via satelit”.

Begitulah jika kita percaya pada wartawan peraih hadiah Pulitzer tersebut maka yakinlah bahwa dunia memang telah benar-benar berubah (memodernitas). Di tahun 1990 detik-detik disekitar komunisme menemukan senjakalanya di eropa timur, banyak orang mendengar dan baru tahu ihwal dirobohkannya patung Lenin lewat siaran TV, radio, dan berita di Koran. Masa itu, orang-orang belum tahu persis apa yang disebut dengan internet dan terlebih lagi e-mail.Namun tak lama berselang. Dresden di tahun 1994, sebuah kota kecil di jerman, rombongan presiden soeharto ditentang oleh sekelompok orang yang menggugat pelaksanaan hak azasi manusia dan demokratisasi di Indonesia, belakangan diketahui bahwa mereka mengorganisasi diri dengan perantara surat-surat elektronik. Kini banyak pekerjaan dan aktivitas kita dipermudah dengan perangkat teknologi canggih tersebut dan tentu saja merupakan gaya baru di era modernitas global. Satu-dua petak di dunia memang menyisakan sisa-sisa kesederhanaan, tetapi itu tidak berarti mereka lepas dari jarring-jaring global yang ada.

Salah satu awal kebangkitan modernisasi tentu tak terlepas dari peran munculnya revolusi industri yang sesungguhnya telah memberikan contoh yang bagus dengan kemajuan teknologi pada masa itu. Tentu ada dampak yang ditimbulkan terhadap perubahan konfigurasi dalam struktur masyarakat, salah satunya terjadi transisi dari kaum feodal ke kaum pemodal. Kini, globalisasi yang seiring dengan teknologi informasi dan komunikasi membawa karakternya sendiri: ketika teknologi tak hanya merekayasa perangkat untuk membuat kekuasaan Negara Negara dan modal menjadi hegemonik, teknologi juga mengandalkan perangkat keras dan lunaknya menjadikan kekuasaan mencair. Bukankah ciri khas modernisasi yang satu ini tak lain sebentuk kekuasaan (power) juga?. Melalui informasi yang lebih bebas untuk diakses, kekuasaan mau tidak mau akan menyebar kepada seluruh populasi layaknya mesin cetak yang memaksa dunia teks tidak hanya berputar pada segelintir elit

Salah satu realita penerapan teknologi di era global saat ini dikaitkan dengan aspk pendidikan, bahwa dengan kemajuan teknologi informasi telah menggugat kemapanan system pendidikan tradisional di banyak Negara berkembang. Kalau dulu banyak Negara yang berpuas diri dengan banyaknya gedung sekolah yang dibangun, sekarang banyak Negara yang berusaha untuk menyediakan sebanyak-banyaknya pusat pembelajaran yang berbasis internet. Gedung sekolah yang berdiri kokoh dengan atap dan dinding seakan akan semakin tak populer. Manusia kini banyak beranggapan bahwa untuk menimba ilmu bisa dilakukan dimana saja dengan bantuan teknologi. Yang penting sekarang adalah interaki manusia itu dengan materi pelajaran dan proses ikutannya, yaitu pemahaman dan penguasaan atas ilmu.

Dimana sekolah dan kapan lagi sekolah, tidak lagi pertanyaan yang signifikan sebab otak manusia sekarang sudah terbiasa dengan konsep ruang dan waktu yang relative. Jadi, murid bisa belajar dimana saja dan kapan saja selama ada kesempatan dan kesiapan untuk menyerap ilmu. Kebiasaan berkomputer ini penting untuk menyiapkan masyarakat kita memasuki konstruk dunia terbaru dibawah bayang-bayang era global dunia, yang dipercaya semakin respon pada kualitas yang handal dengan proses yang cepat.